Kunci Sukses Bermedsos, Kurangi Peran Jadi ”Tukang Kompor”
WARTAJOGJA.ID: Ada fenomena yang berubah di bidang kejahatan, baik di dunia maupun di Tanah Air, dalam beberapa tahun belakangan. Kalau kita sadari, kejahatan konvensional seperti pencurian dan perampokan di dunia nyata belakangan justru menurun. Ke mana pelakunya?
Menurut catatan Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri, sepanjang tahun 2020 saja terdapat 4.250 laporan kejahatan siber, di mana 1.158 di antaranya adalah penipuan lewat media digital.
”Ini peringatan serius dan jangan terus dibiarkan. Kita harus sadar apa yang mesti dilakukan untuk mencegah berulangnya penipuan semacam ini yang gelagatnya terus bertambah,” ungkap Sri Astuty, pengajar di Universitas Lambung Mangkurat, saat tampil sebagai narasumber Webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Kominfo RI dengan Debindo di wilayah Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, 8 Juni lalu.
Acara yang digelar daring tersebut beroleh sambutan antusias dari ratusan pengusaha batik dan pegawai pemda, juga para pengajar di seputar Pekalongan.
Menurut Sri Astuty, proteksi digital seperti menjaga data digital dan akun harus diperhatikan. Ia juga berpesan agar kita tidak sering mem-posting atau pamer paspor, tiket pesawat atau pamer sedang di mana di Facebook atau Instagram. ”Itu malah bisa menjadi jalan bagi para penjahat mengincar kita. Menjadi korban dengan cara mereka yang makin canggih,” kata Sri terus terang.
Bersama Sri Astuty, tampil juga pembicara lain: I Komang Sumerta, dosen Universitas I Gusti Ngurah Rai - Bali; Kholilul Rochman Ahmad, ketua Asosiasi Pesantren Digital Indonesia; Samuel Berit Olam, CEO PT Malline Teknologi Internasional, juga presenter TV Putri Juniawan sebagai key opinion leader, serta Tomy Romahorbo selaku moderator.
Setelah meningkatkan keamanan diri lewat akun yang diberi double password, yang juga perlu diperbaiki dalam bermedsos di jagad digital adalah tata kramanya. ”Sebab, dalam survei Microsoft terbaru, netizen Indonesia dinilai paling tidak sopan se-Asia Pasifik. Ini harus kita terima sebagai kritik untuk mengoreksi diri,” papar I Komang Sumerta.
Sumerta menambahkan, belajarlah untuk menerima pendapat orang lain dan mau menerima sikap dan pandangan orang lain dengan hormat. Biasakan pola True, cek kebenaran info sebelum kita sebar dan bagikan. Juga, perhatikan perlu dan dibutuhkan atau tidak info tersebut buat masyarakat. ”Intinya, jangan suka oversharing. Jangan mudah berbagi info tanpa cek kebenaran infonya,” tegas Sumerta mewanti-wanti.
Sementara, menurut Kholilul Rochman Ahmad, salah satu kunci sukses untuk meningkatkan kualitas kita bermedsos adalah mengurangi peran sebagai ”tukang kompor”. Jangan suka masuk urusan orang yang kita tidak terlibat, karena toh tidak ada manfaatnya mencampuri mereka. Mending posting yang saling menyemangati. Foto orang mau kerja atau petani sedang membajak sawah, beri caption ’Semoga Allah memudahkan urusan Anda dan memberi rezeki berlimpah’.
”Itu lebih mengundang simpati netizen dan image bagus Anda daripada ikut menyebar makian dan umpatan yang tidak bernilai ibadah dan hanya menambah dosa,” pesan Kholilul.
Kalau kita mau belajar dari fenomena yang berhasil dilakukan di Finlandia, Belanda, dan Denmark, ketiga negara tersebut sudah berhasil menjadikan warganetnya untuk punya tanggung jawab bersama menyaring informasi digital yang mereka terima. ”Kebiasaan memverifikasi dan cari info pembanding dari sumber lain sebelum mencerna atau menyebarkan, sudah jadi kebiasaan positif di sana. Karena itulah ketiga negara tersebut warganetnya masuk kategori sopan dan simpatik,” ungkap Samuel Berrit Ollam.
”Yang paling penting, sejak kita dikondisikan Covid-19, kita mesti lebih smart dalam menggunakan beragam platform digital. Manfaatkan medsos di dunia digital untuk tetap menjaga silaturahmi dengan teman dan saudara. Jadi, biar jauh di mata, tetap terjaga dengan silaturahmi lewat WhatsApp. Tetap terus bisa menjaga kekompakan dengan teman dan saudara,” pesan Putri Juniawan. (*)
Post a Comment