Jadilah Netizen yang Produktif, Jangan Kecanduan Narkolema
WARTAJOGJA.ID : Transformasi digital tak terhindarkan lagi dan membuat netizen hanya punya dua opsi. Yakni, ambil sisi produktif dan maju berkembang bersama pesatnya perubahan dunia digital. Atau, cuma jadi konsumtif, kecanduan beragam narkolema (narkoba lewat mata), bisa pornografi, judi online hingga yang terbanyak game online.
”Orang menjual segalanya buat judi online dan menghancurkan semuanya. Bicara transformasi digital, penentunya adalah jemari Anda. Pakailah nalar waras dalam mengambil posisi perubahan tersebut,” ungkap Erfan Ariyaputra, anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), saat berbicara dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Semarang, 15 Juni lalu. Lebih dari seratus orang ikut bergabung sebagai peserta dengan beragam latar belakang. Termasuk, kalangan pelajar beserta guru-gurunya.
Dipandu Tomy Romahorbo selaku moderator, webinar mengusung tema ”Transformasi Digital: Era Baru Interaksi Sosial”. Selain Erfan Ariyaputra, diskusi virtual ini juga menghadirkan narasumber lain: Dr. Sukron Mazid dari Universitas Tidar Magelang; Abas Firdaus Basuni dari Lingko Property; Abdul Rohman, direktur Buka Langgar, dan Cindy K. Edge selaku key opinion leader.
Dalam paparannya, Sukron Mazid dari Universitas Tidar tak menepis fakta bahwa tantangan utama masyarakat modern dewasa ini adalah penggunaan internet. Terbukti, media digital tidak hanya memberikan manfaat bagi penggunanya, namun juga membuka peluang bagi terjadinya berbagai persoalan.
”Kurangnya kecakapan digital (digital skill) dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak membuat penggunaan media digital tidak optimal. Saat yang sama, lemahnya budaya digital bisa memunculkan pelanggaran terhadap hak digital warga,” kata Sukron.
Berkenaan dengan tema webinar, Sukron Mazid menambahkan, interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, ataupun individu dengan kelompok. Sedangkan komunikasi digital adalah komunikasi berbasis komputer, yang dapat digunakan untuk bertukar kabar lewat platform digital serta pengiriman atau penerimaan pesan.
Masih menurut Sukron, dalam proses komunikasi, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, tetap harus mempertahankan nilai-nilai budaya. ”Terutama, perlu memperhatikan nilai-nilai kebangsaan dari setiap manusia Indonesia, nilai kebangsaan yang memiliki kandungan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” tuturnya.
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, lanjutnya, dapat menjadi acuan nilai dalam mengelola konflik antarbudaya yang mungkin timbul saat kita sedang bermedia sosial. ”Termasuk, manakala kita membangun komunitas digital berbasis keragaman budaya dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia,” tambah Sukron.
Sementara itu, narasumber lain Abas Firdaus Basun, kembali mengingatkan tentang betapa mengerikannya apabila transformasi digital berlangsung bebas lepas, tak terkontrol. Karena itu, anak dan remaja mesti diajari untuk dapat menjaga kebiasaan untuk tidak gampang sharing tanpa saring dulu.
Orangtua juga wajib membatasi jam pakai handphone anak agar kecanduan terhadap game online misalnya, bisa diatur. Abas lalu memberi contoh percakapan dengan anak. Misalnya, ”Boleh pake hape, tapi hapalkan surat pendek dulu, baru boleh lanjut.”
Dengan begitu, anak bisa selalu berpijak di dunia nyata, tidak hanya menyerap info dari dunia digital. ”Intinya, penyeimbang transformasi digital itu mesti kita ciptakan. Kalau tidak, sepuluh tahun ke depan kehancuran generasi muda kita sudah tak bisa dihindari lagi,” ujar Abas Firdaus, dengan mimik serius. (*)
Post a Comment