E-Market Menjadi Pilihan Aman Saat Pandemi
WARTAJOGJA.ID - Kondisi pandemi global Covid-19 memaksa masyarakat untuk terus bergerak agar roda ekonomi tetap berjalan. Dalam hal ini kehadiran e-market sangat berperan dalam menjaga rantai ekonomi.
Hal tersebut disampaikan oleh M. Sholahuddin yang merupakan CEO Pasar Desa sekaligus narasumber webinar Gerakan Nasional Literasi Digital dengan tema ”Peran dan Fungsi e-Market dalam Mendukung Produk Lokal”. Kegiatan yang berlangsung untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga ini diikuti oleh 250-an orang dengan moderator Dannys Citra.
Selain Sholahuddin, narasumber yang lain adalah M. Mustafied dari LPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta; Agus Supriyo, direktur Marketing PT Bernas Jogja; Bangkit Wismo Widargo, seorang content creator, dan Decky Tri selaku key opinion leader.
Dalam paparannya, Sholahudin menjelaskan, peran e-market memiliki andil dalam menggerakkan ekonomi masyarakat. ”Pada kasus saya, e-market, dalam hal ini Pasar Desa, merupakan platform berjualan yang lahir dari kondisi terdesak oleh Covid-19. Bagaimana agar produk yang ada di warung milik warga, yang tertahan karena covid tetap jalan pada saat pandemi,” ujarnya, Selasa (15/6/2021).
Dunia digital menjadi jalan pintas saat pandemi, karena aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Oleh sebab itu, dengan hadirnya e-market maka dapat menjadi wadah transaksi antara brand owner serta permintaan pasar.
Namun yang menjadi catatan, lanjut Sholahudin, platform yang disediakan harus diciptakan sesuai dengan kondisi di suatu daerah. ”Dalam konteks e-market harus selalu dilatih, diujicobakan, dievaluasi. Biasanya kendala terkait digital ini, e-market cenderung hanya ada di kota-kota besar saja,” ungkapnya.
Sayangnya, menurut Sholahudin, meski masyarakat Indonesia tahu penggunaan internet namun banyak dari mereka masih menggunakannya sebagai media hiburan saja.
”Budaya bertransaksi kita meski tinggi, namun kalau dipersentase kurang dari 20 persen yang telah membeli produk fisik secara online,” ujarnya. ”Masalah utamanya, masyarakat kita itu masih tradisional. Dalam artian kalau mau beli itu ingin merasakan produknya secara fisik.”
Berdasarkan data tersebut, masih ada sekitar 80 persen yang bisa dikembangkan potensinya untuk menciptakan pasar atau e-market.
Ia menyebut, dari 70 ribuan desa baru 37 di antaranya yang memiliki BUMDes. Hal ini jika dikembangkan potensinya maka dapat membentuk rantai ekonomi yang bagus.
”Ini artinya ada potensi. E-market menjadi platform penjualan. BUMDes bisa berperan sebagai supplier atau brand owner, masyarakat sebagai reseller, kemudian pembeli. Kehadiran e-market berada di tengah-tengahnya yang menjembatani rantai tersebut.” (*)
Post a Comment