Digital Skill dan Penggunaannya di Dunia Maya
WARTAJOGJA.ID : Presiden Jokowi dalam gagasan terbarunya ingin mengajak Indonesia agar lebih cakap dalam menggunakan media digital. Hal ini dilakukan melalui program literasi digital yang diselenggarakan di berbagai kabupaten/kota di Indonesia.
Seperti pada kegiatan webinar hari ini, Rabu (16/6/2021), yang diselenggarakan untuk masyarakat di Kabupaten Batang dengan tema "Transformasi Digital: Era Baru Interaksi Sosial”.
Acara yang dipandu moderator Mafin Rizqi ini menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Denik Iswardani, Muhammad Yusuf, Athif Titah Amituhu, Maghfiroh Rahayu, dan Billy Wardana.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital Nasional: Indonesia Makin Cakap Digital yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo pada 20 Mei lalu.
Webinar berpegang pada empat pilar utama literasi digital, yakni: budaya bermedia digital, aman bermedia digital, etis dalam bermedia digital, serta cakap dalam bermedia digital.
Salah satu narasumber, Athif Titah Amituhu, penulis dan konsultan media, secara khusus menyinggung seputar kecakapan dalam menggunakan media digital dan media sosial atau digital skill yang harus dipahami oleh masyarakat.
Secara umum, Athif menyebutkan, aplikasi digital yang dikenal terbagi dalam dua golongan, yakni aplikasi percakapan dan aplikasi media sosial.
Aplikasi percakapan yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah WhatsApp dan Telegram. Sedangkan media sosial yang populer di Indonesia adalah Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube.
"Aplikasi percakapan dan media sosial mempunyai perbedaan. Keduanya memiliki syarat dan ketentuannya sendiri. Selain kita punya kebebasan untuk mengaksesnya, namun kita perlu memahami syarat dan ketentuan yang dimiliki setiap aplikasi," ujar Athif.
Baik layanan aplikasi percakapan atau media sosial keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pada aplikasi percakapan WhatsApp dan Telegram, keduanya cenderung memiliki fitur yang hampir sama. Mulai dari teks, audio serta video. Namun tentu saja keamanan yang ditawarkan berbeda-beda. Hal tersebut menjadi pertimbangan untuk memilih aplikasi yang akan digunakan.
"Dalam hal keamanan digital, pengguna aplikasi percakapan bisa menonaktifkan fitur yang dirasa mengganggu atau meningkatkan kewaspadaan kita. Di dalam Telegram misalnya, kita bisa mengubah nomor kita dengan ID akun, sehingga orang yang tidak menjadi teman tidak bisa melihat nomor yang kita miliki. Hal ini tentu dapat menghindari timbulnya kejahatan digital," ujarnya.
Sementara di ranah media sosial, lebih mendukung format tekstual justru harus diwaspadai bagi penggunanya.
"Ekspresi di media sosial melalui teks kerap kali memicu kesalahpahaman. Entah itu karena penggunaan huruf kapital yang tidak tepat, serta tanda baca dan emoji yang salah dapat menimbulkan kesalahpahaman."
Pemakaiannya harus tepat dan sangat penting penggunaannya. Penggunaan teks yang provokatif dalam media sosial serta memberikan informasi dengan sumber yang tidak jelas bisa menimbulkan hoaks dan permusuhan.
"Perlu kita sadari, kita memerlukan kecakapan dalam memahami percakapan yang ada di media sosial. Untuk mengidentifikasi sebuah informasi hoaks atau tidak, diperlukan verifikasi. Salah satunya dengan memanfaatkan google image search yang dapat ditelusuri rekam jejak infonya.” (*)
Post a Comment