Kasus Kredit Fiktif Bank Jogja, DPRD Kota Yogya Dorong Bentuk Pansus
WARTAJOGJA.ID: Wisnu Sabdono Putro, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Yogyakarta mengatakan perlunya pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menjernihkan polemik yang tengah melilit bank pemerintah Kota Yogya, Bank Jogja.
Bank Jogja sebelumnya diketahui terseret kasus kredit fiktif senilai Rp 27 miliar dan kini kasusnya sudah ditangani penegak hukum serta setidaknya dua orang telah ditahan.
“Harapan saya agar bisa dibentuk pansus untuk mengundang Bank Jogja namun tak direspon,” kata Wisnu Sabdono Putro, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Yogyakarta dalam diskusi bertajuk Fenomena Kredit Fiktif Bank Pelat Merah di Yogyakarta Senin (5/4).
Wisnu mengatakan Rp 27 miliar jumlah yang besar dan faktanya ada kerugian negara di situ.
Menurutnya adanya pansus membuat kinerja DPRD Kota dalam mengetahui jernih persoalan yang melilit itu akan terbuka lebih lebar.
"Lewat pansus, DPRD bisa kapanpun memanggil pimpinan Bank Jogja, mengklarifikasi dan mengetahui persoalan itu lebih dalam, lalu bisa mengeluarkan rekomendasi. Pansus juga bisa membuat DPRD berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi DIY," katanya.
Dari kacamata hukum, Wisnu yang juga berprofesi pengacara itu melihat kasus kredit fiktif yang melibatkan Trans Vision atas Bank Jogja itu jelas-jelas menyalahi PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD maupun Perda Nomor 7 Tahun 2019 tentang Bank Jogja.
"Dan dalam regulasi itu disebutkan, kepala daerah tidak bisa lepas dari tanggung jawab," kata dia.
Begitu pula di dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kasus itu sudah bisa disebut masuk ranah korupsi. Walikota Yogyakarta yang menjadi Komisaris Bank Jogja tidak bisa serta merta lepas dari tanggung jawab.
"Kasus kredit fiktif ini telah memperoleh sorotan publik sehingga harus ada transparansi. Bagaimana pun proses seperti itu menyakiti warga Yogyakarta terutama mereka yang menabung uangnya di Bank Jogja. Kabar terakhir, sempat terjadi rush di bank tersebut," katanya.
Soal statemen Walikota Yogyakarta yang menyebutkan kasus Bank Jogka tidak ada kaitannya dengan Pemkot Yogyakarta, menurut Wisnu, mungkin maksud walikota mungkin pemisahan aset.
“Hanya saja pertanyaannya, jika ada keuntungan (deviden) Bank Jogja itu diakui atau tidak?" katanya.
Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba menyatakan pihaknya mendesak Kejati DIY mengusut tuntas kasus tersebut. “Apalah ini sindikat, bagaimana prosesnya, JCW akan mengawal terus. Aliran dananya perlu ditelusuri,” kata dia.
Yang menarik, bank pelat merah yang menjadi korban pasti melirik aset-aset tersangka. Pertanyaannya, jangan-jangan aset tersebut nilainya lebih kecil dari jumlah kredit yang disalurkan mencapai puluhan miliar rupiah.
Kamba mendorong OJK lebih berani mengumumkan ke publik, selain dua bank itu, bank mana saja yang menjadi korban.
“Tidak hanya Bank Jogja, ada tujuh bank pelat merah kasusnya sama. Kami dorong OJK terbuka saja. Tanda tanya besar jika OJK tidak tahu ketika ditanya,” kata Kamba. (Fin)
Post a Comment