Ulang Tahun Penobatan Sultan Tak Sekadar Pertambahan Periode Bertakhta
Sri Sultan Hamengku Buwono X |
WARTAJOGJA.ID: Setiap tahun, Keraton Yogyakarta memperingati Ulang Tahun Kenaikan Takhta (Tingalan Jumenengan Dalem) Sri Sultan Hamengku Buwono X. Agenda peringatan dilakukan utamanya berdasarkan Kalender Jawa. Peringatan dilakukan setiap tanggal 29 Rejeb. Tahun 2021 ini, Tingalan Jumenengan Dalem dilakukan untuk memperingati 33 tahun bertakhta Sri Sultan Hamengku Buwono X menurut Kalender Jawa yang bertepatan dengan Sabtu, 13 Maret 2021 (29 Rejeb, Tahun Jimakir 1954). Sementara itu, berdasarkan tahun Masehi, Sri Sultan Hamengku Buwono X genap bertakhta selama 32 tahun pada tanggal 7 Maret 2021.
Sri Sultan Hamengku Buwono X memegang jabatan politik sebagai gubernur dan jabatan spiritual sebagai raja. Gubernur menjalankan roda pemerintahan di DIY dan berdasarkan regulasinya terkait di pemerintahan. Sebagai raja, Sri Sultan berlaku sebagai pemangku adat atau mengemban amanat dalam kebudayaan yang diatur dalam Undang-undang Keistimewaan (UUK).
Berkaitan dengan agenda tersebut, Paniradya Kaistimewan menyelenggarakan Rembag Kaistimewan dengan tema Memperingati Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X, Selasa (09/03) sore di Tratag Bangsal Kepatihan, Yogyakarta.
Hadir sebagai narasumber pada acara tersebut Kepala Bagian Bina Pemerintahan Kalurahan/Kelurahan dan Kapanewon/Kemantren Biro Tapem Setda DIY, KPH H. Yudanegara, Ph.D., Paniradya Pati Aris Eko Nugroho S.P., M.Si, serta Penghageng KHP Nityabudaya Keraton Yogyakarta, GKR Bendara.
Pada kesempatan tersebut, Aris Eko menjelaskan mengenai isi UU 13 tahun 2012 yang merupakan UUK. "Berbicara tentang UU memang ada lima wewenang yang menjadi bagian, yang pertama berkaitan tentang tata cara pengisian jabatan, kemudian tugas wewenang gubernur dan wakil gubernur, kelembagaan DIY, kebudayaan, pertanahan dan yang terakhir tata ruang," ujar Aris.
Menurutnya, ada tantangan tersendiri dalam mengelola danais yang sifatnya subtantif. "Masyarakat sering mengaitkan permasalahan yang sebenarnya tidak termasuk cakupan penggunaan danais. Padahal tidak semuanya berkaitan dengan keistimewaan," imbuh mantan Kepala Dinas Kebudayaan DIY ini.
KPH Yudanegara mengamini pernyataan Aris dengan memaparkan perbedaan DIY dengan daerah lainnya, yang membuat Yogyakarta menjadi istimewa. "Jadi kalau kita bicara undang-undang, di Indonesia ini, khususnya 30 provinsi itu mempunyai dua undang-undang. Satu UU pemerintahan daerah, UU No. 23 tahun 2014 dan juga UU Desa No. 6 tahun 2014. Ditanya keistimewaanya apa, kita punya undang sendiri UU Keistimewaan No. 13 tahun 2012," ungkap Kenjeng Yuda.
Ditambahkan KPH Yudanegara, Yogyakarta menjadi istimewa juga karena masih menjaga budaya luhur yang terus dilakukan turun-temurun melalui Keraton. Salah satunya adalah Hajad Dalem Tingalan Jumenengan Dalem yang selalu diadakan setiap tahun.
GKR Bendara lantas menambahkan agenda rangkaian Tingalan Jumenengan Dalem yang akan digelar Keraton Yogyakarta. "Tanggal 10 Maret atau 26 Rejeb, akan ada agenda Peksi Burak. Ini bukan memperingati Tingalan Jumenengan Dalem ya, tapi memperingati Isra' Mi'raj. Inti prosesinya membuat burung yang bertengger di atas rangkaian buah-buahan, perlambang doa supaya doa supaya sampai pada Gusti Allah. Burungnya dibuat dari jeruk bali. Biasanya kegiatan ini dilakukan oleh semua perempuan di dalam keraton," ungkap Gusti Bendara.
Selanjutnya, baru mulai 27 Rejeb, digelar prosesi awal rangkaian pringatan Tingalan Jumenengan Dalem, yakni Ngebluk. "Ngebluk ini bikin adonan apem oleh Abdi Dalem Keparak. Ada dua jenis adonan karena apem yang dibua ada dua, mustaka dan alit. Sudah ada bakunya atau pakemnya," jelas putri bungsu Ngarsa Dalem ini.
Aris kembali menjelaskan emudian menjelaskan jika Paniradya juga bereperan menjaga agar kegiatan budaya tetap eksis. "Dengan demikian kita turut menjaga tradisi luhur. Bekerjasama tidak hanya dengan kasultanan dan kadipaten namun juga kampung, kampus, dan keprajan," urainya. Aris mengatakan jika Keraton Yoyakarta selain menjaga tradisi juga mengikuti perkembangan zaman, turut menggunakan teknologi seperti Instagram, Youtube dan Twitter. Semua digunakan untuk menyosialisasikan kegiatan budaya dan Keraton.
Secara garis besar, Tingalan Jumenengan Dalem adalah tradisi yang berisi harapan dan doa serta diharapkan menjalin kedepakatan antara raja dengan keluarga dan raja dengan masyarakat. "Acara tersebut memang lebih kepada tradisi. Itu adalah suatu pengharapan kita, doa kita. Jadi sebenarnya ini adalah ada semacam doa kita dalam bentuk apem tadi untuk kita bagikan ke masyarakat. Melekatkan hubungan saudara melekatkan hubungan dengan masyarakat. Juga ini adalah suatu pengharapan agar selama masa kepemimpinan beliau ke depannya, beliau tetap bijaksana tetap netral dan juga bisa mengayomi seluruh warga Yogyakarta," pungkas GKR Bendara. (Dasa/Win)
Post a Comment