Jalan Panjang Perlawanan Hoax : Perlu Pelibatan Masyarakat
WARTAJOGJA.ID: Fenomena hoax atau penyebaran informasi yang direkayasa demi kepentingan tertentu untuk mempengaruhi publik kian marak dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini pun menjadi perhatian sejumlah pegiat dari Maarif Institute, MAFINDO, dan Love Frankie menginisiasi sebuah program untuk mendorong masyarakat berpikir kritis bernama Tular Nalar yang diwujudkan dalam diskusi online Hoaks dari Sisi Radio Komunitas, Sabtu (13/03/2021).
Ketua Jaringan Radio Komunitas, Sinam Sutarno mengungapkan hoaks banyak bertebaran jusru di level mikro, terutama di sosial media (sosmed).
Banyak khalayak yang menjadi korban hoaks dari gap informasi teknologi digital. Kemudahan mendistribusikan kabar berita menggunakan gawai dan sarana internet membuat orang dengan mudah membagikan, maupun menularkan konten informasi secara cepat dan singkat.
Konten dan cepatnya membagikan informasi inilah yang patut disikapi dengan bijak oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat lebih bisa memilih dan memilah konten informasi apa yang patut diakses dan dibagikan, sehingga tidak memberikan dampak yang meresahkan bagi masyarakat secara luas.
"Perlu adanya program yang bersifat merangkul masyarakat di luar jaringan internet agar mereka mendapatkan informasi yang benar sehingga masyarakat untuk berpikir kritis dan bijak dalam menerima segala macam informasi yang beredar di sekitarnya," paparnya.
Tak bisa dipungkiri perkembangan teknologi di era digital mendorong akses dan penyebaran informasi menjadi tanpa batas sekaligus tidak terkontrol. Akibatnya, banyak hoaks, misinformasi, dan ujaran kebencian yang muncul saat ini.
Seringkali alasan minimnya literasi media dan literasi digital untuk memeriksa sumber berita serta kesadaran untuk selalu mempertanyakan berita yang diterima dijdikan faktor munculnya hoaks dan disinformasi.
Padahal selain itu ada "tukang kompor" yang sengaja memanaskan isu demi kepentingan-kepentingan tertentu.
"Memang ada upaya-upaya tertentu yang muncul ditengah-tengah kita untuk terus kipas-kipas dan memunculkan api-api itu," ujar Santi Indra Astuti.
Dicontohkan Santi, dalam kurun waktu 2018-2019 muncul produsen besar hoaks yang tertangkap dan dibawa ke jalur hukum seperti MCA dan Saracen.
Meski kedua dedengkot hoaks tersebut sudah ditangkap, disinformasi masih saja marak terjadi hingga saat ini.
Bila dibiarkan tanpa ditindak tegas, maka hoaks ini akan menjadi fenoma gunung es yang sangat berbahaya. Produsen-produsen hoaks masih akan beranak-pinak untuk memanaskan suasana di masyarakat.
"Saat ini eskalasi hoaks masih saja terjadi. Orang yang diberi tahu yang benar begini yang salah begini, cara memersiksa begini ternyata tidak lantas membuat fenomena ini terjadi. Persoalan politik ataupun pandemi covid-19 saat ini masih saja memunculkan banyak hoaks," paparnya.
Jalan keluar untuk mengatasi persoalan hoaks ini, lanjut Santi tidaklah mudah. Diantaranya melalui kolaborasi semua pihak untuk memperkecil ruang gerak para produsen hoaks.
"Kalau dilihat dari sisi makro, persoalan hoaks bukan hanya karena masalah kurangnya kapasitas individu. Namun ada diluar sana pihak-pihak yang memanfaatkan defisit literasi diantara kita sehingga terus menerus memunculkan suasana [panas] seperti saat ini," ungkapnya.
Tular Nalar sendiri merupakan sebuah program yang diinisiasi oleh Maarif Institute, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), dan Love Frankie, didukung oleh Google.org untuk mengkampanyekan kesadaran berpikir kritis yang diwujudkan dalam bentuk kurikulum, metode dan konten belajar, di antaranya modul pembelajaran daring, video, gelar wicara, serta pelatihan-pelatihan di berbagai daerah.
Pada kesempatan kali ini, Tular Nalar melalui MAFINDO berkolaborasi dengan kelompok Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) untuk menjalankan program sesuai visi-misi kedua belah pihak secara bersama yakni ”mencerdaskan masyarakat melalui literasi media yang baik”. Kolaborasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, dan peran kolaborasi dari kedua kelompok lebih maksimal dalam mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dan bijak.
(Cak/Rls)
Post a Comment