Insentif Nakes Dipotong Saat Wabah Meluas , Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana: Batalkan !
Huda Tri Yudiana, Wakil Ketua DPRD DIY dari Fraksi PKS |
WARTAJOGJA.ID: Kebijakan pemotongan insentif nakes oleh pemerintah pusat dengan besaran separo nya adalah sesuatu yang sangat menyedihkan dan memprihatinkan.
"Di tengah mereka bertaruh resiko diri dan keluarganya untuk mengobati pasien Covid yang sangat banyak dan membludag akhir akhir ini, kok malah insentifnya dipotong separo. Kalau wajarnya orang kerja kan semakin banyak dan beresiko pekerjaan insentifnya ditambah," ujar Huda Tri Yudiana, Wakil Ketua DPRD DIY dari Fraksi PKS Kamis (4/2).
Huda menilai kebijakan pemerintah ini justru kebalikan dari yang diharapkan.
"Pekerjaan dan resiko berlipat para nakes karena lonjakan pasien malah insentifnya dipotong separo. Alasan tentunya klasik bab ketersediaan anggaran, tetapi tidak manusiawi alasan tersebut," tegas Huda geram.
Huda pun mengingatkan pemerintah bahwa di sektor lain dalam pemerintahan masih banyak yang membelanjakan anggaran secara tidak efisien.
"Jadi saya sangat terkejut membaca surat dari kementrian keuangan kepada kementrian kesehatan tentang pemotongan besaran insentif tersebut, apalagi ada klausul angka tersebut merupakan besaran tertinggi dan hanya dialokasi ke daerah yang pandemik," kata dia.
Klausul soal intensif tersebut multitafsir. Huda mengatakan bisa saja daerah ajukan tapi ditolak karena dianggap tidak pandemik, juga ada bisa ada tafsir daerah tidak boleh menambahkan karena besaran tertinggi.
"Maka saya minta agar pemerintah pusat menerbitkan edaran yang jelas yang mengizinkan daerah menambahkan anggaran untuk instentif tersebut. Saya sendiri tidak tega jika melihat besaran tersebut diberikan kepada nakes di DIY tanpa ada penambahan," katanya.
Apalagi kasus aktif di DIY sangat tinggi, rumah sakit penuh dan kondisi yang menekan rekan rekan tenaga kesehatan dalam sehari hari bekerja.
"Saya minta untuk DIY perlu menambahkan insentif, setidaknya dikembalikan seperti semula, dan kalau bisa dilebihkan. Dinas kesehatan perlu segera koordinasi dengan kabupaten kota untuk penambahan ini, mana yang menjadi bagian propinsi dan mana yang menjadi bagian kabupaten / kota. Misalnya untur RS rujukan propinsi, puskesmas kabupaten kota atau di skema kan dengan cara lain yang lebih baik," kata dia.
Huda juga mendesak agar pemerintah pusat segera membuat edaran yang tegas bahwa daerah boleh menambahkan insentif serta boleh menganggarkan keperluan mendesak lain untuk penanganan Covid, agar tidak menjadi masalah dinkemudian hari.
"Ambigu dan inkonsistensi aturan keuangan dari pusat ini sangat menyulitkan dan mengekang daerah, bahkan kadang tidak masuk akal," katanya.
Aturan keuangan daerah dibuat sangat detil oleh pusat sampai teknis teknis dan berakibat hukum jika tidak dilakukan.
Contohnya misal DPRD mau ketemu tenaga kesehatan saja tempatnya kalau mau difasilitasi anggaran harus di gedung pemerintah seperti desa, kecamatan dsb. Kalau ketemu di aula rumah sakit tidak ada mata anggaran nya.
Ditambah lagi dengan sistem SIPD yang macet dan tidak layak pakai jadi tambah blunder. Contohnya ketika pemda DIY mau bantu RS dalam bentuk uang agar bisa merekrut relawan nakes sendiri tidak bisa karena menu nya tidak ada dan sistem tidak bisa diakses.
"Jadilah ratusan pasien terpaksa tidak mendapatkan perawatan karena tenaga kurang. Pandemi kali ini pemerintah daerah betul betul disulitkan oleh inkonsistensi administrasi dan aturan dari pusat," katanya.
Poinnya, lanjut Huda, adalah pemda DIY bersama kabupaten/kota perlu menambah instentif untuk nakes.
"Syukur jika pemerintah pusat membatalkan pemotongan insentif ini !" ujar Huda.
(Cak/Rls)
Post a Comment