Ini Dampak Erupsi Merapi 2021 Bagi Taman Nasional
Ilustrasi TNGM (istimewa) |
WARTAJOGJA.ID: Erupsi Gunung Merapi 2021 yang dimulai pada 4 Januari lalu telah menyebabkan kerusakan hutan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Sedangkan untuk satwa khususnya Elang Jawa tak terusik dengan aktivitas vulkanik ini.
Kepala Balai TNGM, Pujiati mengatakan, terkait dampak awan panas pascaerupsi efusif yang mengarah ke barat daya Gunung Merapi, yakni Kali Boyong, Kali Krasak dan sekitarnya telah merusak tutupan lahan hutan primer kawasan TN Gunung Merapi.
“Tutupan lahan hutan primer itu merupakan hutan alam campuran. Rusak di kawasan Kali Boyong dan sekitarnya,” katanya Kamis (18/2).
Pujiati mengatakan, Balai TNGM belum melakukan upaya inventarisasi luasan dan detail jenis tumbuhan yang terdampak awan panas. Sebab mengingat lokasi kerusakan diperkirakan berada pada radius empat kilometer dari puncak Merapi atau dalam radius bahaya, yakni kurang dari 5 kilometer.
Menurut Pujiati, inventarisasi baru akan dilakukan saat sudah selesai masa erupsi Merapi dan BPPTKG telah menurunkan statusnya dari level III ‘Siaga’ menjadi level II ‘Waspada’ atau ketika sudah ke status Normal.
“Baru kami akan menghitung dampak kerusakan akibat erupsi, setelah status aktivitas vulkani turun ke Waspada atau Normal. Apabila memungkinkan kami akan memakai drone. Namun saat ini kami belum berani ke lokasi kerusakan yang dimaksud,” katanya.
Pujiati mengatakan, untuk satwa khususnya Elang Jawa yang selama ini menjadi ikon hewan langka yang tinggal di kawasan TNGM tidak akan terlalu terusik dengan aktivitas vulkanik ini. Sebab hewan ini mudah beradaptasi dengan Merapi. “Tidak (tidak pindah ke wilayah lain). Karena Elang jenis yang mudah beradaptasi dengan kondisi Merapi,” katanya.
Menurut Pujiati, adaptasi Elang Jawa dengan kondisi Merapi ini dengan daya jelajahnya yang cukup jauh. Hasil monitoring pada 2020, hewan ini dijumpai di kawasan TNGM wilayah Sleman, Magelang dan Klaten. “Masing-masing ada satu pasang,” ucapnya.
Dalam laporan periode pukul 18.00 sampai 24.00, Selasa (16/2) sempat teramati aliran lahar dengan intensitas kecil di alur Kali Boyong tepatnya pukul 18.03 WIB. Sedangkan pukul 00.00 sampai 06.00 WIB, Rabu (17/2) tercatat ada sembilan kali guguran lava pijar dengan jarak luncur maksimum 1,5 kilometer ke arah barat daya.
Kemudian pada pukul 06.00 sampai 12.00 WIB, Rabu (17/2) teramati satu kali guguran lava dengan jarak luncur maksimum 1,6 kilometer ke arah barat daya.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan, saat ini ada sekitar 262 ribu meter kubik endapan material di hulu sungai berhulu Merapi.
Menurutnya, jumlah tersebut masih terbilang cukup kecil jika dibandingkan dengan material akibat aktivitas vulkanik pada 2010 silam yang mencapai lebih dari 130 juta meter kubik. Sehingga ketika terjadi aliran lahar dingin, sungai-sungai yang berhulu Merapi masih bisa menampungnya.
“Jadi belum membahayakan ke penduduk. Pada 2010 itu material yang terlontar lebih dari 130 juta meter kubik. Sekarang masih ratusan ribu, potensi (aliran material) lahar masih terjadi di dalam alur sungai,” ucapnya. (Cak/Rls)
Post a Comment