Arsitektur UII Gelar Sakapari #7, Ungkap Manajemen Heritage Di Masa Krisis
WARTAJOGJA.ID: Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menggelar SAKAPARI 7: Seminar Karya & Pameran Arsitektur Indonesia 7 in Collaboration with Laboratory of Form and Place Making.
Tema yang diangkat dalam perhelatan itu adalah Heritage Management in the Time of Crisis.
Hadir sebagai pembicara
Prof. Antariksa (Guru Besar Universitas Brawijaya) dan sejumlah pakar seperti Prof. Arif Budi Sholihah ST., M.Sc., Ph.D. (Universitas Islam Indonesia) dan Prof. Dr.-Ing. Putu Ayu S.T., M.A. (Universitas Islam Indonesia).
Ketua Jurusan Arsitektur UII, Noor Cholis Idham, Ph.D., IAI, dalam sambutannya mengatakan
jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia menyajikan rangkaian event nasional Sakapari seri ke 7.
"Ini ajang para akademisi khususnya di lingkup arsitektur untuk dapat menyajikan karya-karyanya selama satu semester," kata Noor.
Ajang kali ini dikuti oleh 114 penyaji makalah dan puluhan peserta lainnya yang mengambil tema Heritage Management in the Time of Crisis.
Noor mengatakan pandemi Covid-19 sudah mengubah sendi-sendi kehidupan kita. Termasuk di dalamnya kondisi pengelolaan warisan budaya yang kita punyai dari sesepuh pendahulu kita, kepada kita dan kepada anak cucu kita kelak kemudian hari.
"Heritage atau cagar budaya harus kita lestarikan bukan hanya sebagai benda museum yang hanya dipertahankan keasliannya. Tapi juga harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sosial dan ekonomi di mana heritage itu berada. Dan tepenting heritage itu ke depan harus dapat diwariskan dab dilimpahkan kepada generasi kita selanjutnya agar mereka juga dapat mengambil manfaat dari yang ditinggalkan kita," kata Noor.
Soal menyikapi pengelolaan heritage di era krisis ini, keberadaan warisan budaya itu musti dijaga agar tetap bisa sebesar-besarnya kemakmuran dan kelangsungan hidup hajat hidup orang banyak bangsa ini.
"Tampaknya tidak terlalu berlebihan karena kita Insan Arsitektur harus bertanggungjawab khususnya UI yang sudah meneguhkan diri sebagai insan arsitektur rahmatan lil alamin, yang wajib bisa menjaga semua heritage untuk kepentingan bersama," kata Noor.
Pakar heritage yang juga pembicara dalam Sakapari 7 dari Universitas Brawijaya Malang, Prof Antariksa dalam kesempatan itu menjawab sejumlah pertanyaan soal penanganan heritage di masa krisis.
Misalnya muncul pertanyaan, ketika ada benda cagar budaya seperti Benteng Vredeburg atau bahkan Monas tiba tiba hancur karena suatu krisis, apakah kemudian bisa dibangun atau direkonstruksi kembali demi pelestariannya.
"Adaptasi bisa menyesuaikan fungsi yang baru. Tapi pelestarian itu bukan mengubah, memperindah atau mempercantik suatu bangunan heritage," kata dia.
Antariksa menegaskan bahwa jika bangunan heritage itu sudah hancur kemungkinan besar tidak bisa direkonstruksi kembali. Karena bahannya dan struktur bangunannya sudah berubah.
"Kalau kita perhatikan banyak beberapa candi di Indonesia itu banyak yang tidak direkonstruksi karena data historis dan data arsitekturnya tidak ada, sehingga mereka tidak berani,"
Kalau rekonstruksi nekat dilakukan itu akan menyalahi sejumlah hal. Seperti untuk pendidikan arkeologi, pendidikan sejarah dan pelestarian.
"Sebuah heritage bisa memiliki fungsi baru, namun bukan bentuk baru, penambahan bangunan tidak boleh mengganggu bentuk aslinya," kata Antariksa.
Dekan Fakultas Teknik UII Miftahul Fauziah, ST., MT., Ph.D mengatakan di era kemajuan teknologi saat ini, terlebih sedang masa krisis akibat pandemi maka bukan turis yang datang ke Indonesia menikmati heritage yang ada.
"Salah satu pelestarian dan pemanfaatannya bukan membawa orang datang ke heritage tersebut tetapi cagar budaya nya yang di bawa kepada mereka dengan kemajuan teknologi secara virtual," katanya.
(Cak/Rls)
Post a Comment