Cerita Sultan HB X Buntuti Warga Saat Merapi Erupsi Hebat 2010, Ini Yang Ditemukan
WARTAJOGJA.ID : Kawasan area Gunung Merapi sampai jelang libur akhir tahun ini masih tertutup bagi wisata maupun aktivitas pendakian dengan jarak radius 5 kilometer dari puncak.
Pada Senin 7 Desember 2020, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X juga telah menggelar pertemuan dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta untuk membahas sejumlah langkah antisipasi dampak erupsi.
Sultan menuturkan, meski area kawasan rawan bencana di Merapi saat ini terlarang dimasuki karena statusnya siaga, namun pihaknya tak menampik masih tetap ada warga pengungsi yang tetap sesekali kembali ke rumahnya.
Sultan pun tak mempermasalahkan itu asal status Merapi belum dinaikkan lagi ke level lebih tinggi.
“Kami pun juga belum tahu kapan Merapi meletus,” ujar Sultan usai pertemuan di Kantor BPPTKG Senin 7 Desember 2020.
Sultan menuturkan dari pengalamannya ketika memantau Merapi naik statusnya dan erupsi, kalangan pengungsi dari ibu-ibu masih relatif jika diminta bersabar menunggu situasi benar-benar aman.
“Hanya saja bapak-bapaknya yang tidak sabar, dia mesti kembali naik ke atas, kecuali hewan ternaknya sudah ikut dibawa turun,” ujar Sultan.
Sultan menuturkan saat pemerintah melakukan evakuasi pada warga, evakuasi untuk ternak memang biasanya belakangan seperti berkaca pada erupsi Merapi 2004 silam. Sebab seringkali biaya untuk mengevakuasi ternak lebih mahal ongkos operasionalnya karena jumlah ternak relatif lebih banyak.
Selain ternak itu, Sultan menuturkan kalangan bapak-bapak yang berada di pengungsian karena merasa rumahnya di tinggal lama, maka sering naik turun dari pengungsian ke atas lagi untuk sekedar bersih-bersih dan tilik omah (melihat kondisi rumah).
“Tapi kalau status Merapi sudah naik jadi awas, ya tidak bisa (naik turun mengecek kondisi rumah),” ujar Sultan.
Sultan pun mengisahkan pengalamannya membuntuti dan mengawasi aktivitas pengungsi Merapi saat erupsi dahsyat 2010 silam
Saat itu, usai Gunung Merapi meletus dan ribuan warga diungsikan di Stadion Maguwoharjo, pada pukul 03.30 pagi Sultan memakai mobilnya sudah menunggu di kawasan stadion itu.
Sultan merasa penasaran dengan aktivitas pengungsi yang saat subuh-subuh di pengungsian itu sudah menyiapkan sepeda motornya untuk naik kembali ke atas walau situasi belum aman.
“Tapi di boncengan sepeda motornya pengungsi itu bukan diiisi orang, tapi diiisi makanan yang sudah dipersiapkan anak istrinya,” ujarnya.
Makanan yang dibawa sang ayah itu ternyata sisa makanan di pengungsian yang dikumpulkan lalu pada pagi buta dibawa ke atas atau ke rumah pengungsi itu untuk diberikan kepada ternaknya yang ditinggal. “Makanan itu dibawa pakai sepeda motor ke atas lalu disebar ke ayam dan bebeknya yang masih di atas,” ujarnya.
Pengungsi itu baru kembali ke lokasi pengungsian saat sore hari. Jatah makan siang sang ayah itu di pengungsian yang mengurus istri dan anaknya. Untuk dinikmati sang ayah pada malam harinya.
Sultan mengakui, tidak mudah menjadi pengungsi saat aktivitas Merapi naik dan siap erupsi. Karena walau di pengungsian, para kepala keluarga itu tetap naik ke atas dan bekerja seperti biasa seperti mengurus ternak dan memelihara aset rumahnya.
“Jadi pengungsi itu memang bolak balik, tidak gampang kalau hanya stay di tempat pengungsian,” ujar Sultan.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menuturkan kondisi Gunung Merapi sampai Senin (7/12/2020) cenderung stabil tinggi dengan data relatif sama sejak naik statusnya pada 5 November 2020
“Seismitasnya masih tinggi, kegempaan masih tinggi, deformasi juga masih belum memendek, penambahan masih 11 cm per hari,” ujarnya.
Hanik mengatakan yang perlu diwaspadai saat ini karena deformasi Merapi masih terjadi. Apalagi situasi seperti ini diproyeksikan akan berlangsung lama. “Jadi kita tunggu lagi, masih harus sabar, karena aktivitas Merapi masih tinggi,” kata dia. (San)
Post a Comment