Sanksi Pemberhentian Kepala Daerah, Sultan HB X: Tak Semudah Yang Diperkirakan
WARTAJOGJA.ID: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai adanya klausul sanksi melalui regulasi soal pemberhentian kepala daerah jika membiarkan kerumunan massa di masa pandemi Covid-19 tidak akan semudah yang diperkirakan.
Hal itu diungkap Ngarsa Dalem saat ditanya pasca munculnya instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) nomor 6 Tahun 2020 untuk gubernur dan wali kota/bupati tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 Rabu, 18 November 2020.
“Kalau (ada sanksi mencopot) kepala daerah, tidak semudah yang diperkirakan,” ujar Sultan HB X di Yogyakarta Kamis 19 November 2020.
Menurut Sultan proses pemberhentian kepala daerah tentu harus melalui sejumlah prosedur. “Kan harus ada keputusan presiden, dan kepala daerah itu kan hasil dari pemilihan umum,” ujar Sultan.
Meski demikian, Sultan mengingatkan, bahwa sanksi pemberhentian kepala daerah yang abai pada kerumunan massa di saat pandemi ini juga bukanlah sekedar pemanis atau gertak sambal saja.
“Belum tentu (sanksi pemberhentian itu hanya basa-basi), kalau ternyata Mendagri sudah mengingatkan kepala daerah (yang abai) itu, lalu mengirim surat ke presiden ? Kan bisa juga (diberhentikan),” ujar Sultan.
Keluarnya instruksi mendagri itu disinyalir Sultan karena munculnya peristiwa kerumunan massa besar-besaran yang terjadi di Jakarta belakangan.
Meski Sultan tak menyebut peristiwa pasti kerumunan massa itu, namun munculnya instruksi mendagri itu banyak dikaitkan dengan berbagai peristiwa pasca kedatangan imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab. Baik saat penjemputannya di bandara hingga acara pernikahan putrinya.
“Ya mungkin karena peristiwa kerumunan massa kemarin itu terlalu berat, tapi (kebijakan lebih tegas) memang ada baiknya juga. Dalam arti kebijakan itu akan membuat kepala daerah dan masyarakat jadi konsisten menengakkan protokol Covid-19,” ujar Sultan.
Sultan sendiri setuju adanya regulasi lebih tegas dalam upaya pengendalian Covid-19 saat ini. Karena ketegasan itu menjadi bentuk konsistensi pemerintah dalam memerangi penyebaran Covid-19.
“Tapi harapan saya, tanpa harus diperingatkan pemerintah, masyarakat juga mau mengikuti protokol kesehatan itu,” ujar Sultan.
Sebab, ujar Sultan, jika masyarakat tertular Covid-19 resiko juga harus ditanggung masyarakat sendiri.
Sultan pun menyarankan, dengan adanya ketentuan yang baru itu, masyarakat semakin menyadari dirinya sebagai subyek yang berperan menekan penyebaran Covid-19.
“Masyarakat seharusnya menjadi subyek yang bisa menjaga diri agar tidak tertular dan menularkan kepada orang sekitarnya, jadi konsisten,” ujarnya.
Sultan menambahkan, atas keluarnya instruksi mendagri itu, pihaknya tidak akan membuat regulasi baru turunan. Menurutnya DIY saat ini sudah memiliki peraturan gubernur yang secara jelas mengatur protokol kesehatan dalam upaya penanganan Covid-19.
“Pergub itu kan sudah jelas mengatur protokol kesehatan, walaupun mungkin di Yogya tidak ada sanksinya,” ujar Sultan.
Sultan mengakui untuk Pemda DIY tidak bisa menerapkan sanksi atas penegakan protokol kesehatan itu. Soal sanksi itu sudah diatur di tingkat kabupaten/kota.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya meneken instruksi itu untuk memastikan kepala daerah mendukung upaya pengendalian Covid-19, khususnya memastikan tak adanya kerumunan massa di tengah masyarakat.
Mendagri Tito Karnavian pun memberi ancaman sanksi jika hal ini terus terjadi. Lewat instruksinya, di poin keempat ia mengingatkan bahwa di UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 78, kepala daerah bisa diberhentikan. (***)
Post a Comment