Merdeka Belajar : Melokalkan yang Global
Oleh : Ely Kusuma Wardani, S.Pd., Guru SD Islam Al-Azhar 38 Bantul
WARTAJOGJA.ID: Belajar adalah sebuah proses panjang yang kompleks dan menuntut sinergi dari berbagai pihak. Proses ini juga tidak jarang menimbulkan berbagai permasalah ketika kebijakan-kebijakan yang ditetapkan dianggap memberatkan.
Kasus evaluasi belajar seperti salah satunya yaitu Ujian Nasional (UN) senantiasa menjadi masalah yang tidak kunjung usai.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga menyatakan bahwa adanya UN merugikan berbagai pihak, sehingga membuat orang tua, murid, dan guru bingung karena harus mencapai target tertentu.
Efek kegagalannya pun beragam, mulai dari siswa yang kesehariannya dianggap tergolong siswa pandai namun akhirnya harus tidak lulus karena ggal UN sehingga depresi bahkan sampai bunuh diri.
Persoalan ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja tetapi butuh solusi. Lalu, solusi apa yang dapat ditawarkan?
Pada acara Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jakarta pada 11 Desember 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyampaikan sebuah terobosan berupa program “Merdeka Belajar”, yaitu propgram yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang bahagia, baik untuk murid maupun guru.
Nadiem menetapkan 4 pokok kebijakan bidang pendidikan nasional melalui program merdeka belajar.
Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Program “Merdeka Belajar” ini pertama meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dimana USBN tahun 2020 akan dilakukan dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah.
Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan.
Kedua, Ujian Nasional (UN), tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survei karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.”
Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11) sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional, seperti PISA dan TIMSS.
Ketiga, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan keempat adalah Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
Bagaimana teknis pelaksanaan program merdeka belajar yang diterapkan di setiap daerah yang notabennya memiliki karakter beragam?
Pada kenyataannya di lapangan masih banyak yang belum siap menjalankan kebijakan merdeka belajar. Perubahan paradigma tentang merdeka belajar pun terjadi lebih cepat karena adanya Covid-19. Para siswa dirumahkan dan pembelajaran di sekolah di seluruh Indonesia secara cepat bertransformasi menjadi pembelajaran jarak jauh atau dikenal dengan PJJ.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad dalam news.detik.com seperti diketahui pemerintah meniadakan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2020 menyusul mewabahnya Covid-19.
Ditiadakannya UN ini sebagai bentuk penerapan physical distancing atau jaga jarak untuk menghentikan mata rantai penyebaran Covid-19. Sehingga kelulusan siswa didasarkan pada nilai rapor dan hasil tugas selama menjalani pembelajaran jarak jauh.
Di awal terjadinya pandemi atau di akhir tahun ajaran lalu pun banyak kendala yang muncul terutama di daerah terpencil yang tidak memiliki akses internet, sehingga guru harus memutar otak untuk menyampaikan materi pembelajaran dari terbatasnya akses internet atau gawai yang tidak dimiliki oleh siswa maupun guru.
Munculnya berbagai permasalahan tersebut merupakan suatu tantangan baik bagi siswa maupun guru untuk bebas berinovasi, kreatif serta belajar dengan mandiri.
Bisa dikatakan hal ini menjadi otonomi pendidikan yang kembali dihidupkan, di mana anak-anak Indonesia bebas menunjukkan keberagamannya serta cara belajarnya tersendiri.
Latar belakang terciptanya program merdeka belajar yaitu banyaknya orangtua yang mengeluh pada sistem pendidikan nasional selama ini, kurikulum yang ditentukan di mana potensi siswa hanya diukur dengan nilai tertentu. Sehingga diharapkan program ini dapat mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Ketika semua diserahkan ke sekolah, berarti semua bersifat lokal. Sebagai contoh misal kita belajar matematika 1 + 1 = 2, konsep itu tidak hanya hadir sebagai rumus saja, tetapi di masyarakat itu diaplikasikan sebagai suatu konsep, di mana ketika diaplikasikan di masing-masing daerah otomatis konsep tersebut akan bersifat lokal. Maka dari itu sekolah disetiap daerah berbeda-beda, meskipun kita punya teori yang sama.
Konsep merdeka belajar adalah menyadari bahwa belajar merupakan tuntutan budaya. Mengapa belajar disebut tuntutan budaya?
Ini karena kita sebagai bagian dari proses belajar harus memiliki sifat-sifat untuk berdaulat, mandiri, berharkat-martabat, berkehidupan cerdas (tidak sekadar berotak cerdas), tangguh, digdaya, dan mandraguna.
Wujud realisasi dari tuntutan budaya ini sifatnya tentu tidak dapat dipukul rata antardaerah, oleh karena itu perlu menyadari bahwa budaya merupakan dasar dari pendidikan atau proses belajar itu. Setiap yang terlibat dalam prses belajar harus mampu memahami budaya asing-masing agar pembelajaran dapat berjalan sesuai konteks dan sikon di masing-masing daerah.
Karena setiap daerah memiliki keunikan masing-masing maka hal ini menunjukkan adanya lokalitas ehingga belajar menjadi proses yang lokal. Segala pengetahuan yang bersifat global akan diolah menjadi sesuatu yang lokal agar representatif dan sesuai dengan lingkungan tempat belajar itu berlangsung.
Jadi, merdeka belajar dapat dipahami juga sebagai upaya melokalkan yang global agar proses belajar tidak lagi berjarak tetapi menjadi bagian dari proses kehidupan bermasyarakat.
Hal ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan belajar yitu merdeka dan mandiri seperti yang dikemukakan oleh Nadim yang juga sekaligus merujuk pada konsep yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara. (***)
Post a Comment