Setara Institute Soroti Peran DPR Dalam Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme
WARTAJOGJA.ID: Organisasi Setara Institute angkat
bicara mengenai Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme.
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi menilai
kalangan di DPR telah ikut berperan dalam dugaan penyimpangan UU TNI melalui beleid
tersebut.
Pandangan itu bermula ketika pembahasan Rancangan
Peraturan Presiden tentang Pelibatan TNI dalam Penanganan Aksi Terorisme dalam
forum konsultasi DPR dan Pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan untuk
memastikan integritas criminal justice system dan penanganan tindak pidana terorisme
secara adil dan akuntabel.
DPR dan pemerintah masih belum mampu membuat batasan
yang jelas tentang definisi terorisme, level terorisme yang membutuhkan
pelibatan TNI, batasan keterlibatan TNI, sehingga berpotensi menjadikan TNI
sebagai penegak hukum, yang justru bertentangan dengan sistem hukum pidana
Indonesia.
“Isu tentang lemahnya mekanisme pengawasan dan
akuntabilitas TNI, adanya sumber anggaran daerah, serta potensi benturan dengan
aparat penegak hukum akibat kerancuan substansi, belum mendapatkan perhatian
serius DPR,” ujar Hendardi dalam siaran pers Rabu 7 Oktober 2020.
Tugas DPR, ujar dia, khususnya Komisi I DPR yang
merupakan mitra TNI, adalah memastikan UU 34/2004 tentang TNI dijalankan secara
konsisten untuk menopang profesionalisme TNI.
Melalui forum konsultasi pembentukan R-Perpres ini,
Komisi I DPR justru mensponsori penyimpangan UU TNI, khususnya terkait dengan
ketentuan operasi militer selain perang (OMSP).
Komisi I mendorong keterlibatan TNI dalam penanganan
terorisme dalam kerangka criminal justice system, yang justru merupakan
pengingkaran terhadap integritas sistem hukum nasional. TNI bukanlah penegak
hukum.
“Karena itu pelibatannya dalam penanganan terorisme
hanya terbatas pada jenis dan level terorisme yang spesifik,” katanya.
Oleh karena itu, Hendardi mendesak, konsultasi DPR
dan pemerintah harus dilakukan terbuka dan kembali menghimpun masukan publik
secara serius.
“Komisi I DPR harus berhati-hati membahas R-Perpres
ini, karena berpotensi merusak sistem hukum Indonesia. Jika diperlukan DPR RI
dapat mengembalikan R-Perpres tersebut kepada pemerintah untuk dapat diperbaiki
kembali sebelum dibahas lebih lanjut,” pungkasnya. (***)
Post a Comment