Essay Foto Aksi Budaya Jaga Jogja Damai
WARTAJOGJA.ID : Mewujudkan ketentraman dan keterlindungan warga menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa. Setiap individu di masyarakat berkewajiban saling menjaga dan menghormati keberadaan sesamanya.
Kondisi ini akan menciptakan harmoni. Sebaliknya jika ada yang sengaja menegasi dan bahkan memaksakan agregasi kepentingannya secara frontal maka yang terjadi adalah anarki. Dan fenomena inilah yang beberapa kali terjadi di Yogyakarta. Masih kerap ditemui anarki sosial.
Paling aktual adalah insiden unjuk rasa yang berujung rusuh di Malioboro Kamis (8/9) lalu. Gedung DPRD DIY, pos keamanan dan kendaraan polisi dirusak. Banyak lapak pedagang yang mengais rejeki di kaki lima terkena imbasnya. Satu hal yang sontak membuat kemarahan warga adalah pembakaran restoran Legian di Malioboro akibat lemparan molotov massa aksi.
Peristiwa pembakaran ini baru pertama kali terjadi. Bahkan manakala gelombang maraton demonstrasi massa tahun 1998 pun hal memilukan semacam itu tidak terjadi di Yogyakarta. Warga bereaksi keras. Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pun sampai mengeluarkan kecaman pedas.
Dibutuhkan komitmen besar semua pihak untuk saling menghormati dan menjaga kedamaian dan ketentraman khususnya di Yogyakarta. Sebuah Daerah Istimewa bekas wilayah kerajaan yang kaya akan warisan budaya leluhur.
Adalah Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono l (1717-1792) yang mendirikan Yogyakarta. Beliau mencetuskan konsep Watak Satriya yakni Nyawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh. Sengguh (konsentrasi total), greget (semangat jiwa), sengguh (percaya diri) dan ora mingguh (penuh tanggung jawab).
Konsep-konsep luhur ini menjadi credo atau prinsip bagi seluruh masyarakat. Beliau juga merumuskan falsafah Hamemayu Hayuning Bawono (menjaga kelestarian dan keharmonisan alam). Semuanya menjadi nilai-nilai utama yang diharapkan menjadi pedoman karakter bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kiranya warisan falsafah Watak Satriya ini masih akan selalu relevan sebagai dasar rujukan dalam rangka National Character Building. Yakni upaya untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Perilaku anarkis dan memaksakan kehendak dengan menegasi hak-hak masyarakat sipil lain adalah cermin jiwa pengecut yang bertolak belakang dari Watak Satriya.
Berangkat dari hal itu Paguyuban Bregada Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta (Paguyuban BRD DIY) terpanggil ikut menjaga Yogyakarta dengan membuat GELAR SIYAGA HANGREKSO TENTREMING PRAJA atau APEL SIAGA YOGYA DAMAI pada Minggu, 11 Oktober 2020 di DPRD DIY.
"Apel Siaga bertujuan untuk mengingatkan sekaligus mengajak semua komponen bangsa tunduk pada konsensus Nasional Pancasila dan menjaga semua sikap perilaku sesuai norma sosial dan aturan hukum berlaku," kata Ketua Paguban BR DIY Nur Sukiyo dalam siaran pers.
Paguyuban BRD DIY menghadirkan perwakilan anggota sebanyak 100 personil dengan berbusana khas seni keprajuritan rakyat se-DIY. Daftar 36 kelompok bregada yang berpartisipasi adalah Bregada Panji Parentah, Gagak Rimang, Kyai Morang, Ponco Manunggal Sokawanengyudha, Singa Dahana, Gadung Melati, Pakoewodjo, Rangsang Manggala, Pasembaja, Kyai Pancas, Sura Utama, Ki Demang Gendol, Purbadiningrat, Nitimanggala, Paksikaton Bantul, Condrosasi Wiratama, Puspitosari, Danukusuman, Puro Loyo Imogiri, Winata Manggala, PJ2 Dipowinatan, Wiro Tamtomo, Noto Yudho, Langensari, Kyai Jurug, Lombok Abang, Kalinyamat, Dandang Rekso, Wirorejo, Mantri Manggolo, Bergada Jemparing Langenastro, Randu Alas, Bausosro Sawiji Lestari, Sarogo Manggolo, Banguntopo, dan Wirosobo.
Pada momentum spesial ini Paguyuban BRD DIY mengeluarkan pernyataan sikap. Antara lain menolak keras aksi anarkis yang terjadi di DIY, mendukung pengusutan para pelaku aksi anarkis di DIY secara tuntas dan transparan, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kedamaian sebagai Budaya Adiluhung di DIY.
Selain itu juga diserukan untuk melestarikan nilai nilai, kerukunan dan keguyuban warga DIY khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya tanpa memandang suku, Agama, Ras dan antar golongan. serta menjaga ketentraman dan kenyamanan di wilayah DIY dan bersama dengan seluruh elemen masyarakat menjaga keistimewaan DIY.
(Foto: Arifin)
Post a Comment