Pemuda Harus Tebarkan Narasi Kebangsaan
WARTAJOGJA.ID : Nasionalisme tidak bisa dilepaskan dari peranan pemuda. Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan masih banyak tokoh pergerakan lain giat menentang kolonialisme ketika mereka berusia kurang dari 30 tahun. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 menjadi puncak kesadaran nasionalisme anak muda yang semula bersifat primordial atau kedaerahan menjadi kebangsaan, yang kemudian berbuah pada kemerdekaan. Pencapaian masa pergerakan ini perlu kembali diteladani oleh generasi muda Indonesia saat ini.
Itu ditegaskan oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi, yang hadir sebagai keynote speaker pada acara webinar “Muda Merdeka, Bicara Bangsa dan Pancasila”. Yang diselenggarakan oleh Senat dan Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga, Jumat (4/9). Webinar menghadirkan pembicara Kaprodi Ilmu Al-Qur’an Tafsir UIN Suka Dr Ali Imron, Perwakilan Gerakan Pembumian Pancasila Resti Lutfiani, dan alumni Fishum UIN Suka Ulin Nuha Ahmad. Webinar diikuti 120 orang dari UIN Suka dan umum. Untuk mencegah penularan covid-19, mereka yang hadir di gedung Fishum UIN Suka menaati protokol kesehatan.
Menurut Yudian, tantangan terhadap kebangsaan tidak berhenti meski sudah merdeka. Ancaman terhadap kesatuan tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia tetap masih ada diantaranya dalam bentuk ancaman militer asing, eksklusivisme beragama, rendahnya literasi media, penyebaran berita hoax, dan kecenderungan masyarakat yang gemar berbicara dalam bahasa asing ketimbang bahasa lokal dan bahasa Indonesia. Pemuda diharapkan mengembangkan kemampuan dan kecakapan diri agar bisa mengantisipasi ancaman-ancaman kebangsaan tersebut.
“Soekarno muda, Hatta muda, bukan hanya berani. Tetapi mereka juga kelompok intelektual. Pemuda yang andal harus terpelajar dan berkualitas,” tegas Yudian.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor UIN Suka Almakin, juga mengingatkan untuk mewaspadai kecenderungan generasi muda melupakan warisan kearifan bangsa.
“Jangan sampai seperti Malin Kundang yang melupakan ibunya. Ibu pertiwi dan bahasa Ibu,” ujarnya.
Almakin menegaskan bahwa komitmen pada kebangsaan dan Pancasila tidak semata diukur dari frekuensi berdebat tentang Pancasila, tetapi lebih ditentukan oleh perilaku dan tindakan Pancasilais sehari-hari.
“Gak usah banyak berdekat tentang Pancasila. Jadilah Pancasila,” terangnya.
Mendampingi Rektor, Dekan Fishum UIN Suka Mochamad Sodik, menegaskan komitmen UIN Suka pada nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila.
“Semoga ke depan kita akan menghasilkan lulusan yang berdaya saing sekaligus berjiwa Pancasila,” ujarnya. (Rio Fardi)
Post a Comment