Darurat Covid Diperpanjang, Hotel Yogya Perketat Protokol Bagi Tamu
WARTAJOGJA.ID : Kunjungan wisatawan yang dirasakan kalangan
pelaku perhotelan di Yogya masih cukup fluktuatif.
Walau okupansi sempat melonjak tajam hingga rata-rata
70 persen saat dua momen selama Agustus 2020 lalu, yakni saat libur kemerdekaan
dan malam Sura, namun tingkat hunian itu kini kembali menurun hingga diangka 40
persen untuk hotel berbintang.
Bersamaan dengan itu, akhir Agustus ini Gubernur DIY
Sri Sultan Hamengku Buwono X memutuskan untuk memperpanjang masa tanggap
darurat Covid-19 di DIY hingga akhir September 2020.
Perpanjangan status darurat itu menyusul fenomena
munculnya sejumlah klaster baru Covid-19 di Yogya, usai masa liburan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono pun mengungkap bagaimana penerapan protokol
kesehatan CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability)
di hotel Yogya saat ini.
“Dari 400 hotel di Yogya, saat ini yang baru
beroperasi baru 168 hotel,” ujar Deddy Kamis 3 September 2020.
Hotel-hotel yang sudah beroperasi itu pun belum
boleh membuka seluruh kamarnya untuk dijual kepada konsumen. Maksimal hanya 70
persen dari total kamar yang dimiliki. Sedangkan sisa 30 persen kamar digunakan
sebagai cadangan ketika ada kamar yang selesai dipakai tamu agar tidak langsung
disewakan ke tamu lainnya melainkan didiamkan dan dibersihkan dulu dengan
disinfektan.
“Setiap hotel wajib menyediakan satu kamar emergency
sebagai bagian antisipasi keadaan darurat,” ujarnya.
Protokol kesehatan untuk restoran di hotel pun juga
diatur ketat. Terutama restoran yang menyediakan makananya dengan model
prasmanan. Tamu akan diberi dua pilihan saat makan dengan hotel prasamanan itu.
Pertama makanannya diambilkan oleh petugas hotel atau mengambil sendiri namun
harus memakai sarung tangan plastik sekali pakai yang disediakan pihak hotel.
“Kapasitas duduk di restoran hotel juga diatur maksimal
60 persen. Misalnya saat makan pagi yang rentangnya pukul 06.00-10.00, tamu
akan dibagi jam makannya dalam empat kloter agar tidak bersamaan,” ujar Deddy.
Sedangkan pengaturan protokol untuk penggunaan kolam
renang juga diperketat. Misalnya untuk kolam renang ukuran 8 x 6 meter yang
sebelumnya bisa dipakai sampai 20 orang, kini hanya maksimal 40 persennya atau
7-8 orang.
“Untuk kolam renang treatmentnya harus setiap hari, saat
diberi obat klorin,” ujar Deddy.
Deddy menuturkan penerapan protokol kesehatan dari kalangan
perhotelan di Yogya kini makin diperketat dengan adanya kebijakan verifikasi
kelayakan operasional hasil kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan PHRI.
“Verifikasi hotel ini menjadi kesepakatan kami
memberikan trust kepada wisatawan. Memang tidak wajib tapi hotel yang tidak bersedia
silahkan tanggungsendiri akibatnya karena ini tuntutan wisatawan di masa
pandemi ini,” ujar Deddy.
“Orang berwisata itu kan mau sehat, bukan cari
penyakit. Kita harus kepercayaan dong pada mereka,” Deddy menambahkan.
Verifikasi gratis yang dilakukan Dinas Pariwisata di
tiap kabupaten dengan pemerintah tingkat kecamatan itu awal September ini baru
digencarkan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulonprogo.
Belum menyentuh Kabupaten Sleman yang selama ini menjadi surganya hotel bintang
di Yogya.
Deddy mengatakan penerapan protokol CHSE dasar tetap
dijaga ketat. Dimulai saat tamu datang atau hendak check in. Tamu wajib
mengikuti seluruh protokol dari mulai pemeriksaan suhu tubuh, cuci tangan, dan
mampu menunjukkan surat keterangan sehat jika mereka berasal dari zona merah
penularan Covid-19. (Cak/Rls)
Post a Comment