Sakit Hati Butet Kartaredjasa Lihat Perlakuan Menteri Jokowi Pada Seniman
Seniman Butet Kartaradjesa saat berdialog dengan Menkopolhukam Mahfud MD di warung makannya Bu Ageng di Yogyakarta, Sabtu (29/8). |
WARTAJOGJA.ID : Seniman dan budayawan asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa, menceritakan sikap seorang menteri Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah membuat dirinya dan kalangan seniman tambah sedih dan sakit hati kala menghadapi masa pandemi Covid-19 ini.
Kisah itu diceritakan Butet saat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyambangi warung makan miliknya, Bu Ageng di Yogyakarta Sabtu petang 29 Agustus 2020.
Dalam acara dialog dengan sejumlah seniman dan pembagian bantuan masker oleh Mahfud itu, Butet tak menyebut langsung, siapa kiranya menteri yang membuat sakit hati itu.
Seniman monolog itu bercerita kejadian tak mengenakkan itu terjadi
saat kunjungannya ke Istana Negara Jakarta beberapa waktu lalu.
Butet kecewa dengan seorang menteri yang memaknai seniman adalah orang-orang populer, terkenal dan kerap menghiasi layar televisi.
Pemaknaan yang salah atas seniman itu, ujungnya membawa pada sikap tak bisanya negara menghargai seniman. Contohnya saat hendak memberikan bantuan sosial di masa pandemi Covid-19 ini.
Butet pun mengungkap usai dirinya menghadiri pertemuan di istana itu, pihaknya coba bertanya kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) beberapa waktu lalu terkait penyaluran bantuan sosial bagi seniman di masa pandemi.
"Yang membuat saya sedih itu, ketika setelah pertemuan itu saya tanya kepada menterinya, 'Apa kira-kira yang akan dilakukan(Kemenparekraf) untuk membantu seniman?'," ujar Butet menirukan pertanyaan yang dilontarkannya kala itu kepada menteri yang dimaksud.
Sang menteri langsung menjawab, "Saya sudah mengumpulkan 40 ribu data seniman yang akan segera mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai)," ujar Butet menirukan menteri itu.
Menteri itu juga mengatakan, bahwa sumbangan untuk seniman itu sudah dialihkan ke Kementerian Sosial.
Tak terima dengan jawaban itu, Butet membalasnya dengan menjawab bahwa ini bukan sekedar masalah orang berprofesi seniman lantas menerima bantuan sosial. "Ini masalah sebuah profesi, yang membutuhkan kebanggaan, penghargaan," sanggah Butet kepada menteri itu.
Sebagai pejabat berwenang, Butet menilai seharusnya bantuan sosial itu bisq dikemas dalam program lebih bermartabat dan tetap menghargai profesi seniman.
Bukan asal digelundungkan begitu saja sehingga memposisikan seniman layaknya seolah penganggur yang sedang mengemis perlu pertolongan.
Sayangnya menteri itu terlalu banyak beralasan. Baik karena urusan birokrasinya, administratifnya dan tetek bengek lainnya.
"Mestinya dana sosial untuk seniman itu bisa dikemas, sebagai bentuk kehadiran negara menghargai karya karya para seniman," ujarnya.
Butet menegaskan kepada menteri itu bahwa seniman dan budayawan, seperti perupa atau sastrawan bukanlah orang-orang yang mengharuskan dan diharuskan wajahnya nampang dan dikenal melalui layar televisi. Walau sebagian nama seniman dan itu sudah amat populer di kancah nasional dan internasional.
Usai dijelaskan, menteri itu mulai berpikir dan menanyakan kemauan seniman atas bantuan di masa pandemi ini.
Menkopolhukam Mahfud MD saat berdialog dengan sejumlah seniman di warung makan Bu Ageng milik seniman Butet Kartaradjesa saat di Yogyakarta, Sabtu (29/8). |
Butet pun mengusulkan contoh agar kementerian menggarap program seperti pameran seni rupa secara virtual, di mana karya karya seniman bisa muncul dan dibeli negara melalui anggaran bantuan sosial yang dialokasikan.
"Jumlahnya (harganya) karya itu mungkin sama (dengan besaran bantuan yang digelontorkan, tidak mengganggu anggaran. Tapi itu jadi wujud pengakuan negara pada karya seniman itu," ujarnya.
Lalu untuk apa negara membeli karya-karya itu? Menurutnya banyak kantor kantor pemerintahan seperti dinding dindingnya perlu sentuhan interior. Ini bisa diisi melalui karya seniman yang dibeli. Juga saat pindah ibukota yang baru, menurut Butet juga akan lebih menarik dengan interior lukisan itu.
"Dengan program pameran seni virtual lalu dibeli pemerintah itu akan jauh lebih bermakna daripada bantuan itu dibagi-bagi langsung seperti layaknya pengangguran yang perlu ditolong," katanya.
Namun sayang, usai dijelaskan panjang lebar, pejabat yang dimaksud coba berlindung di balik beragam alasan. Mulai soal birokrasi, administrasi dan tetek bengek lainnya.
Butet pun tak masalah dengan jawaban tak memuaskan pejabat itu. Yang penting dirinya sudah bersuara pada ketidakberesan yang terjadi di depan matanya.
"Saya hanya bisa beri masukan, mumpung dia punya kekuasaan dan jabatan agar bisa berpikir agak kreatif, saya memang agak marah saat itu," ujar Butet.
Butet mengadukan persoalan itu ke Mahfud yang jabatannya lebih tinggi sebagai menteri koordinator agar bisa membantu menyelesaikan persoalan negara dalam menangani Covid-19 tidak asal-asalan.
Mahfud pun berjanji akan menyampaikan pemikiran itu kepada kementerian terkait, yakni Kemenparekraf.
Mahfud sepakat jika bagi seniman memang poin pokoknya bukan soal bagaimana bantuan sosial itu secepat-cepatnya cair. Namun juga ada program yang sekiranya tetap menghargai seniman dalam karyanya.
Hanya saja Mahfud tak menampik birokrasi yang saat ini terbentuk merupakan wajah birokrasi warisan Orde Baru yang masih proses reformasi. Dimana untuk mengeluarkan anggaran semuanya harus tercatat dan membuat prosesnya berbelit serta lama.
"Birokrasi kita dulu saat Orde Baru itu kan ditata kalau keluarkan uang harus jelas sehingga kerjakan seperti itu terhambat," katanya
"Sebenarnya Kemenparekraf punya dana besar untuk seniman, tapi dititipkan Kemensos," ujarnya.
(Rls/Dh)
Post a Comment