Pandemi Covid-19, Tradisi Mubeng Beteng Keraton Sambut 1 Suro Ditiadakan
WARTAJOGJA.ID : Keraton Yogyakarta menyatakan tradisi Hajad Kawula Dalem Lampah Budaya Mubeng Beteng atau kegiatan berjalan kaki mengitari beteng keraton sambil membisu untuk menyambut malam 1 Suro tahun ini ditiadakan akibat masih berlangsungnya pandemi Covid-19.
Tahun ini, tradisi Mubeng Beteng atau Tapa Bisu itu sedianya dilakukan Rabu petang (19/8) atau sehari sebelum pergantian Tahun Baru Jawa 1 Sura Jimakir 1954 yang jatuh Kamis 20 Agustus 2020.
“Tidak ada kegiatan Mubeng Beteng malam ini,” ujar Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura atau Sekjen Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono Rabu 19 Agustus 2020.
Namun putri kedua Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu menuturkan, tak adanya Mubeng Beteng itu tak lantas membuat Keraton Yogya juga tak ada kegiatan . Tetap akan ada pengganti yang sudah disiapkan.
“Dari paguyuban abdi dalem Keraton tetap akan mengadakan doa bersama,” ujar Condrokirono.
Keraton Yogyakarta menyatakan tetap berupaya melakukan langkah-langkah antisipasi penyebaran Covid-19 sekaligus menaati imbauan dari pemerintah.
Sebelum meniadakan tradisi Mubeng Beteng, Keraton Yogyakart sebelumnya telah meniadakan dua kegiatan Garebeg atau Grebeg saat Idul Fitri dan Idul Adha tahun ini karena pandemi masih berlangsung.
Namun kegiatan Grebeg yang biasanya diwarnai rebutan Gunungan oleh warga itu diganti dengan kegiatan pembagian ubo rampe di dalam komplek Keraton bagi para abdi dalem tanpa dihadiri masyarakat umum.
Lampah Budaya Mubeng Beteng yang jaraknya kurang lebih lima kilometer itu sendiri selama ini memang cukup diminati wisatawan mancanegara dan juga lokal.
Saat pelaksanaannya, tradisi yang dimaknai sebagai ajang introspeksi dan doa bersama itu akan dihadiri ribuan warga baik dari dalam dan luar Yogya.
Walaupun Mubeng Beteng itu biasanya dilakukan saat tengah tengah malam atau pukul 00.00 WIB, namun warga biasanya sudah menyemut di komplek Keraton usai lepas Isya.
Di depan komplek Keraton itu, warga berkumpul untuk mengikuti doa bersama para abdi dalem sebelum ikut mengitari Keraton Yogyakarta dengan rute yang ditentukan.
Biasanya rute Mubeng Beteng mengelilingi Keraton itu seperti Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, hingga Pojok Beteng Kulon, Jalan Mayjen M.T. Haryono sampai Pojok Benteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara, dan berakhir di Keben Keraton.
Arah Mubeng Beteng ke kiri sebagai perwujudan simbol dalam bahasa Jawa bahwa kiri itu ngiwo, laku ke ke kiri artinya ngiwakke (mengesampingkan) hal-hal yang negatif, jadi ritual ini wujud prihatin, introspeksi kepada diri.
Post a Comment