Gendhing Gati, Cara Unik Keraton Yogya Rayakan Kemerdekaan ke 75 RI
WARTAJOGJA.ID : Keraton Yogyakarta memiliki cara unik tersendiri dalam merayakan HUT ke-75 Indonesia.
Tepat saat momentum perayaan kemerdekaan Senin 17 Agustus 2020 itu, Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhamardawa atau lembaga yang membidangi seni pertunjukan di Kraton Yogyakarta merilis album Gendhing Gati Volume 1 di Kagungan Dalem Bangsal Mandalasana Kraton Yogyakarta.
Perilisan itu disertai dengan pertunjukan kolaborasi instrumental dari para Abdi Dalem Wiyaga dan Abdi Dalem Musikan yang memainkan Gendhing Gati Mardika, salah satu gendhing unggulan album itu.
Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X turut menyaksikan langsung peluncuran itu bersama permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas ditemani para putri keraton seperti GKR Condrokirono, GKR Hayu, juga GKR Bendara.
“Gendhing Gati ini berisi 17 judul terdiri 16 gendhing rekaman lama serta 1 gendhing baru berjudul Gendhing Gati Mardika,” ujar Penghageng KHP Kridhamardawa Kraton Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Hario (KPH) Notonegoro.
Adapun 17 judul itu meliputi selain Gendhing Gati Mardika ada Gati Bali, Gati Brangta, Gati Harjuna Mangsah, Gati Helmus, Gati Hendrakusuma, Gati Kridha, Gati Kumencar, Gati Lumaksana dan Gati Main-Main. Adapula Gati Mardawa, Gati Mares, Gati Mrak Ati, Gati Padhasih, Gati Raja, Gati Sangaskara dan Gati Wiwaha.
“Gendhing Gati Mardika merupakan ciptaan di masa Sri Sultan Hamengku Buwono X yang sengaja dibuat untuk memperingati HUT ke-75 RI,” kata Notonegoro.
Dalam lingkungan Keraton Yogyakarta terdapat beraneka ragam gendhing, dimana setiap ragamnya memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Salah satu ragamnya adalah Gendhing Gati, yang dalam Karawitan gaya Yogyakarta dengan struktur instrumen Kolotomis sama dengan Gendhing Ladrang. Salah satu bentuk ladrang yang cukup khas di dalam Keraton Yogyakarta adalah Ladrang Gati.
Gendhing Gati memiliki fungsi khusus untuk mengiringi jalannya penari srimpi atau bedhaya yang disebut lampah kapang-kapang . Selain fungsi khusus tersebut, Gendhing Gati memiliki ciri khas yang membedakan Gendhing Gati dengan gendhing lainnya.
Antara lain seperti menggunakan Laras Pelog karena dianggap paling mendekati tangga nada alat musik barat dan menggunakan instrumen bedhug serta tambahan instrumen musik barat berupa alat musik tiup logam (brass instrument) dan tambur (snare drum).
Selain itu Gendhing Gati menggunakan motif Kendhangan khusus yaitu Kendhangan Sabrangan. Sabrangan disini merujuk pada kata sabrang, sehingga kata ini bisa bermakna bahwa gendhing ini memadukan gamelan dan unsur musik barat atau musik dari negri seberang (sabrang)
Pada awalnya, Gendhing Gati dikenal dengan sebutan Gendhing Mares. Kata mares sendiri diambil dari bahasa Belanda, yakni kata mars yang berarti berbaris.
Pimpinan Abdi Dalem Musikan, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Waditrowinoto menuturkan Gendhing Gati Mardika yang diciptakan untuk memperingati HUT Kemerdekaan ke 75 ini berbeda dengan gendhing gati lainnya.
“Gendhing Gati Mardika ini bersifat mligi (khusus). Dari segi garapan musiknya yang ditambahkan instrumen cymbal serta digarap dengan konsep polyphonic untuk instrumen tiupnya,” ujarnya.
Konsep untuk Gendhing Gati Mardika ini menjadi penanda perkembangan baru dalam pembuatan gendhing.
Tak hanya itu. Pengajeng Abdi Dalem Wiyaga sekaligus komposer Gendhing Gati Mardika menuturkan keunikan gendhing baru ini karena menyisipkan kalimat pada lagu. Kalimat lagu tersebut mencerminkan ketiga konsep pathet dalam laras pelog, yakni enem, lima dan barang. Selain itu, nada yang dipakai dalam merangkai melodi balungan gendhingnya juga lengkap. Mulai dari nada 1 sampai dengan 7.
Sultan Hamengku Buwono X tampak puas dengan penampilan Gendhing Gati Mardika itu hingga memintanya dimainkan sampai dua kali.
Post a Comment