[Riset] Warganet Tak Gubris New Normal
ilustrasi new normal |
WARTAJOGJA.ID: Sebagai upaya menggeliatkan kembali
perekonomian, pemerintah Indonesia menggulirkan wacana “New Normal”.
New Normal sendiri merujuk sebuah perubahan perilaku
untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan ditambah menerapkan
protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19.
Berbagai reaksi pun muncul dari warganet.
Untuk mengetahui lebih dalam dinamika reaksi
warganet dalam merespon wacana “New Normal” di Indonesia, lembaga Center for
Digital Society (CfDS) UGM melakukan riset populer dan menemukan fakta New
Normal tidak ditanggapi serius oleh warganet.
Riset itu lantas didiseminasikan melalui
konferensi pers daring pada hari Selasa (16/6) via Google Meet sekaligus
disiarkan secara langsung (live streaming) melalui platform YouTube.
Riset ini dilakukan dengan mengambil data dari
berita daring dan Twitter dengan periode waktu 7 Mei hingga 5 Juni 2020.
“Hingga dilakukannya riset ini, pemberlakuan wacana
“New Normal” di Indonesia didasari atas setidaknya 9 Surat Edaran dan Keputusan
antar Kementerian dan Lembaga.
“Pemerintah Indonesia menggunakan 3 (tiga)
pendekatan dan 11 (sebelas) indikator kesehatan daerah dalam memberlakukan
wacana “New Normal” kata Diah, peneliti CfDS UGM.
Lebih lanjut, dari 9.236 artikel berita daring oleh
berbagai media resmi yang terdaftar dalam Dewan Pers, tim peneliti CfDS
menemukan bahwa pemberitaan “New Normal” didominasi oleh optimisme dari sektor
ekonomi dan bisnis. Hal berbeda ditemukan dari pemangku kepentingan di bidang
kesehatan yang menyatakan bahwa penerapan “New Normal” di Indonesia dianggap
terlalu dini.
Penggunaan istilah “New Normal” juga seringkali
didapati digunakan dalam ‘bingkai’ yang cukup positif, sedangkan pelonggaran
PSSB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) mendapat makna negatif.
“Padahal kedua istilah tersebut merupakan hal yang
sama, karena pemberlakuan “New Normal” ditandai dengan adanya pelonggaran
PSBB,” ungkap Diah.
Sedangkan riset “New Normal” dalam pandangan warganet
di Twitter, terdapat beberapa temuan menarik dari hasil analisis 112.471 cuitan
di Twitter terkait
“New Normal”.
Terdapat 5 jenis akun yang mendominasi
percakapan, seperti akun pejabat publik, lembaga pemerintah, media daring,
menfes, dan akun populer Twitter.
“Dalam akun menfes dan populer Twitter, dapat
dilihat bahwa warganet merasa pemberlakuan “New Normal” terlalu dini. Warganet
memberikan kritik melalui candaan atau bahasa sarkasme.
Selain itu, banyak juga
yang menanggapi wacana ini dengan memes atau gurauan yang tidak berkaitan
langsung dengan wacana “New Normal”, ungkap Iradat peneliti CfDS UGM.
Berdasarkan analisis, tim peneliti CfDS melihat bahwa
terdapat kebingungan dalam masyarakat mengenai protokol pelaksanaan “New
Normal”.
Tim peneliti CfDS juga melihat bahwa beberapa unsur masyarakat menilai
bahwa masih terlalu dini untuk memulai penerapan “New Normal”.
Maka dari itu, perlu pengkajian ulang terkait
penerapan “New Normal” beserta dengan perumusan protokol “New Normal” yang
lebih komprehensif dan mendetail untuk menghindari kebingungan dan
kesalahpahaman dari masyarakat.
(Cak/Gan)
Post a Comment