DPD RI Ingatkan Soal Kerawanan Dalam Refocusing Anggaran Covid-19
WARTAJOGJA.ID : Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Cholid Mahmud mendesak agar penyelenggaraan pengelolaan keuangan di DIY benar-benar terjaga dalam akuntabilitasnya.
Untuk itu perlu ditekankan kepada seluruh pihak agar adanya kepekaan dan kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Hal tersebut diungkapkannya setelah melakukan rapat secara virtual mengenai refocusing anggaran terkait pandemi Covid-19 dengan pimpinan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) se-DIY, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPAK) Daerah se-DIY, BPKA DIY serta Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY pada Selasa, 9 Juni 2020.
“Kita berusaha menjaga supaya penyelenggaran pengelolaan keuangan DIY betul-betul terjaga dari segi akuntabilitas publiknya. Mudah-mudahan pengananan refocusing anggaran di DIY berjalan baik. Saya bahagia jika DIY tidak punya persoalan anggaran pascaCovid-19. Bisa cepat dan hati-hati,” kata Cholid.
Cholid mengatakan refocusing anggaran di DIY diprioritaskan untuk tiga hal, yakni kesehatan atau penanganan Covid-19, untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), dan dukungan ekonomi.
“Jaring Pengaman Sosial problemnya paling besar, terutama terkait untuk data penerima. Ada sekian banyak lembaga yg memberikan bantuan sosial. Sedangkan prinsip dalam penganggaran tidak boleh ada overlaping. Sehingga Pemda dari tingkat provinsi sampai desa harus saling menyisir. Jadi bagi yang sudah dapat bantuan dari pusat tidak boleh dikasih dari provinsi dan seterusnya,” katanya.
Cholid mengatakan persoalan data JPS ini cukup susah. Sebab di lapangan, kadang pendataan dari tingkat bawah baru diminta tetapi bantuan dari pemerintah pusat sudah turun. “Datanya dari 2011 atau 2014, itu data sebelum terjadi Covid-19. Sehingga Pemda mengalami banyak kesulitan,” katanya.
Kepala Perwakilan BPKP DIY Slamet Tulus Wahyana mengatakan refocusing anggaran di DIY ada sekitar Rp 900 Miliar. Terdiri dari JPS sebesar Rp380 Miliar, bidang kesehatan Rp314 Miliar, dan dukungan ekonomi Rp214 Miliar.
“Nilai yang dibentuk dalam tiga fokus ini sebagian tidak dapat terinci dengan jelas kebutuhan untuk apa. Risiko bisa terjadi jika pengeluran yang tidak diidentifikasi sebelumnya,” katanya.
Menurutnya perlu dilakukan pencermatan, karena sampai saat ini realisasi yang telah terpantau belum banyak. Yakni baru sekitar Rp44 miliar saja di bidang kesehatan.
“Kami wanti-wanti supaya jangan sampai pengeluaran semua di akhir. Karena risiko pengadaan barang dan jasa adalah kemahalan harga, barang tidak sesuai spek.
Kemungkinan juga ada tumpang tindih dari pusat dan daerah. Selain itu juga pemanfataan barang, jangan sampai setelah pandemi merekda baru datang APD-nya,” katanya.
Tulus mengatakan audit bantuan sosial juga muncul masalah. “Kami masih temukan BST (Bantuan Sosial Tunai) ganda sekitar 1.900 KK se-DIY,” ucapnya.
(Hae/Yun)
Post a Comment