Stafsus Presiden Jelaskan Tujuan Utama RUU Cipta Kerja
WARTAJOGJA.ID : Pemerintah menyatakan berupaya menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia. Salah satunya, dengan cara mendorong investasi melalui penyederhanaan serta penyelarasan regulasi dan perizinan.
RUU Cipta Kerja dirancang sebagai jalan pembuka untuk mencapai misi tersebut.
“Kita ingin menciptakan lapangan kerja yang luas dan merata. Maka, poin yang disasar RUU ini meliputi peningkatan kompetensi pencari kerja, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan pekerja, peningkatan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberdayaan UMK-M dan koperasi,” ujar Staf Khusus Presiden RI Arif Budimanta dalam Diskusi Publik tentang RUU`Cipta Kerja di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (12/3).
Arif menuturkan, dinamika perubahan ekonomi global memerlukan respons yang cepat dan tepat. Dengan RUU Cipta Kerja, perubahan struktur ekonomi diharapkan terjadi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7%-6,0%.
“Transformasi ekonomi pun diharapkan lahir agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi lima besar ekonomi terkuat di dunia tahun 2045,” tegas Arif Budimanta.
Mengenai porsi substansi, RUU yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal ini berbicara soal perizinan, kemudahan berusaha, investasi dan UMK-M/koperasi sebanyak 86,5%. “Sisanya membahas ketenagakerjaan, kawasan ekonomi, pengenaan sanksi, serta riset dan inovasi,” kata Arif.
Sementara Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar menerangkan, RUU Cipta Kerja setidaknya dilatarbelakangi 5 (lima) hal. Pertama, kompleksitas dan obesitas regulasi, baik di pusat maupun daerah, dengan total ada 43.604 peraturan.
Kedua, peringkat daya saing Indonesia yang masih rendah. Berdasarkan hasil survey, beberapa faktor utama permasalahan berbisnis di Indonesia antara lain korupsi, birokrasi yang tidak efisien, kepastian kebijakan, dan ketenagakerjaan.
Ketiga, tingginya angkatan kerja yang tidak/belum bekerja maupun bekerja tidak penuh. Data mencatat, ada 7,05 juta pengangguran, 2,24 juta angkatan kerja baru, 8,14 juta setengah penganggur, dan 28,41 juta pekerja paruh waktu. Artinya, ada 45,84 juta atau 34,4% angkatan kerja yang bekerja tidak penuh.
Keempat, perlunya pemberdayaan UMK-M dan peningkatan peran koperasi. Kontribusi UMK-M terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sebesar 60,34% dan menyerap lebih dari 97,02% dari total tenaga kerja.
Kelima, ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global yang turut mempengaruhi kondisi ekonomi tanah air, seperti perang dagang antara AS dan RRT, ketegangan di Timur Tengah, Wabah Virus Korona, dan dinamika perubahan ekonomi global lainnya.
Reza juga menggarisbawahi, RUU Cipta Kerja masih terbuka untuk dibahas dan diharmonisasikan di DPR RI. Masukan dan penyempurnaan rumusan akan dimuat dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang disusun DPR RI. Aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang disampaikan kepada Pemerintah juga akan dibawa dalam pembahasan dengan DPR RI.
Wakil Rektor UGM Bidang Kerja Sama dan Alumni, Paripurna pun mengamini pentingnya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing.
“Salah satu yang harus diatasi adalah tumpang tindihnya peraturan untuk memudahkan investasi. Jika tidak ada investor, tidak tercipta lapangan kerja. Jadi RUU Cipta Kerja ini diharapkan menjadi lompatan besar untuk memenangkan persaingan. Ini adalah upaya yang ambisius sekaligus brilian untuk memajukan perekonomian nasional,” ujar Paripurna.
Hadir pula beberapa narasumber dari para akademisi UGM. Tadjuddin Noer Effendy dari Departemen Sosiologi FISIPOL UGM fokus membahas klaster ketenagakerjaan. “RUU Cipta Kerja adalah terobosan yang dilakukan oleh negara untuk membantu para tenaga kerja dan calon tenaga kerja anak-anak bangsa. RUU Cipta Kerja dibuat untuk melindungi dan mendukung anak-anak muda milenial untuk mendapat kesejahteraan,” ujar Tadjuddin.
Riza Noer Arfani dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM dan Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM menelaah bidang investasi dan usaha dari RUU Cipta Kerja ini, sementara Mirwan Ushada dari Direktorat Penelitian UGM menjelaskan tentang tantangan upaya simplifikasi administrasi dan debottlenecking kebijakan riset-inovasi.
Arie Sujito dari Departemen Sosiologi FISIPOL UGM meyakini, RUU Cipta Kerja ini merupakan upaya perbaikan yang besar untuk mentransformasi ekonomi Indonesia di masa depan. Simplifikasi dan harmonisasi regulasi dan perizinan tentunya menjadi catatan utama.
Acara pun dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yang menghadirkan para pakar, aktivis sosial kemasyarakatan, dan perwakilan mahasiswa. Keseluruhan rangkaian ini diharapkan dapat menghasilkan telaah kritis dan komprehensif terhadap RUU Cipta Kerja.
(Wit/Bro)
Post a Comment